Bintan, (MK) – Forum Pemberdayaan Pesantren (FPP) Kepulauan Riau (Kepri), menyelenggarakan seminar keagamaan di Pesantren Al Madani, Sabtu (5/9). Seminar keagamaan itu dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bintan, H. Erizal Abdullah.
Dalam sambutannya, Erizal menyampaikan, peran penyuluh agama dalam menyampaikan dakwah yang santun ditengah – tengah masyarakat perlu ditingkatkan.
“Mubaligh adalah provokator yang paling ampuh dalam menciptakan suasana kondusif di daerah. Berdakwah adalah tanggungjawab umat Islam, namun dalam berdakwah harus sesuai dengan ketentuan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW,” ucap Erizal.
Dia mengutarakan, Islam adalah agama tauhid yang membawa perdamaian, kesejahteraan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
“Islam berkembang bukan dengan paksaaan atau kekerasan, melainkan dengan jalan dakwah yang damai, bijaksana dan santun,” katanya.
Erizal mengatakan, metode dakwah yang tepat sasaran yaitu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an yang berbunyi “Hendaklah engkau ajak orang ke Jalan Allah dengan hikmah (kebijaksanaan), dengan peringatan – peringatan yang ramah serta bertukar fikiran dengan mereka dengan cara yang sebaik – baiknya ”surat An – Nahl ayat 125.
Hal senada juga disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tanjungpinang, H. Bambang Maryono. Ia menyampaikan, Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi dan kebebasan dalam memeluk agama, merupakan sebuah perwujudan dari negara demokratis.
“Sebagai contoh tempat – tempat ibadah yang ada di Indonesia diatur oleh masyarakat,” ucapnya.
Dia mengatakan, di negara luar pendirian ibadah diatur oleh Negara, namun di Indonesia pendirian rumah ibadah menjadi hak masyarakat.
“Namun dalam prosesnya tetap harus sesuai dengan peraturan yang berlaku,” katanya.
Dia mengemukakan, bangsa Indonesia tidak membeda – bedakan keberagaman agama yang ada, seluruh hari besar agama yang ada ikut dirayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bentuk toleransi antar umat beragama.
“Kondisi seperti ini harus dijaga dan dipupuk agar dapat menciptakan suasana yang aman dan kondusif,” ujarnya.
Sementara, pewakilan dari pihak Polres Tanjungpinang, Helwan menyebut, radikalisme merupakan paham yang menginginkan perubahan sosial atau politik dengan cara kekerasan.
“Radikalisme sangat bertentangan dengan nilai – nilai Pancasila. Gerakan – gerakan radikal ini cenderung anti kemajemukan, melakukan penyimpangan sosial, terbentuk dari kelompok masyarakat tertentu dan bertentangan dengan ajaran agama manapun,” paparnya.
Dia mengutarakan, sebagai sebuah agama rahmatan lil Alamin, Islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya untuk melakukan kekerasan dan tindakan radikalisme. Radikalisme selalu dikonotasikan dengan Islam, karena beberapa hal diantaranya adalah karena peran media yang terkadang cenderung tidak berimbang, sikap umat Islam yang apatis dan tidak adanya upaya counter opini yang dilakukan oleh pihak – pihak yang berkepentingan.
“Tanda – tanda radikal tersebut biasanya bersikap tidak toleran/ tidak menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, bersikap fanatic, selalu merasa benar dan menganggap orang lain salah,” ucapnya.
Akibat radikalisme ini, kata dia, akan menimbulkan perpecahan yang akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Oleh karena itu, kita tumbuhkan semangat nasionalisme pada diri kita masing – masing untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” katanya.
Dihadapan 150 peserta dari perwakilan penyuluh, mahasiswa, dan santri pondok pesantren, hadir sebagai narasumber ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tanjungpinang, Danramil Tanjung Uban, kasat Intelkam Polres Bintan serta untusan dari Kapolres Tanjungpinang. (ALPIAN TANJUNG)