Jakarta (MK) – Pengamat politik Emrus Sihombing mengatakan, seharus konflik di internal Partai Golkar sudah selesai saat putusan Mahkamah Partai Golkar. Sebab, menurutnya berdasarkan Undang-Undang partai keputusan mahkamah partai adalah final dan mengikat.
“Berdasarkan UU partai, keputusan mahkamah partai itu final dan mengikat, harusnya sudah selesai tidak diperpanjang lagi,” katanya seperti dilansir Republika Online, Rabu (4/3/2015).
Emrus menyayangkan dua dari anggota Mahkamah Partai Golkar yang tidak menentukan sikap saat mengeluarkan keputusan hasil sidang mahkamah partai. Yaitu Muladi dan Natabaya yang tidak mengakui Golkar hasil Munas Bali maupun Golkar Munas Ancol.
Sebab, keinginan Muladi dan Natabaya yang menyarankan penyelesaian lewat pengadilan dan Mahkamah Agung menurut Emrus justru akan memperpanjang persoalan yang mengakibatkan Golkar terancam semakin melemah.
Berdasarkan sikap dua anggota mahkamah partai yang lain yaitu Djasri Marin dan Andi Matalatta yang nyata mengakui keabsahan Partai Golkar kubu Munas Ancol, menurut Emrus justru menjadi pegangan kuat bagi kubu Agung Laksono.
Sebab, lanjut dia, sikap mengakui kubu Ancol oleh Djasri Marin dan Andi Matalatta menjadikan sikap Mahkamah Partai sudah memenangkan kubu Agung.
“Kecuali Natabaya dan Muladi barengi dengan mengakui Munas Bali, jadinya sama kuat. Ini kan tidak. Mereka tidak akui Munas Bali dan tidak menolak kubu Ancol,” ujarnya.
Akan tetapi, Emrus berhadap siapapun pihak yang dimenangkan nanti, Partai Golkar segera berbenah untuk menghadapi persoalan yang lebih urgen bagi rakyat yaitu pertarungan politik di parlemen, baik di tingkat pusat maupun tingkat DPRD.
Bila terus menerus larut dalam konflik internal, Emrus khawatir yang dirugikan adalah DPD-DPD Golkar yang akan menjadi kontestan Pilkada yang sudah di depan mata.
“Yang rugi itu di daerah-daerah. Siapa yang akan usung. KPU bisa saja tolak calon dari Golkar karena keabsahan pengurusnya belum jelas,” tandasnya.(*)