Tanjungpinang, (MK) – Relawan City Changer Perubahan Kota Provinsi Kepri, Syamsinar menyampaikan pola penanganan kawasan pemungkiman kumuh harus memperhatikan sarana dan prasarananya.
“Maksudnya dengan peremajaan pemungkiman yang lebih baik, terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat. Kemudian pemungkiman kembali yaitu dengan memindahkan masyarakat ke lokasi yang layak,” papar Syamsinar saat workshop P2KP bersama Insan Pers, Rabu (5/8).
Dikatakannya, pemungkiman kumuh adalah pemungkiman tidak layak huni dengan kepadatan bangunan yang tinggi dan tidak teratur serta sarana dan prasarana seperti air tidak memadai.
“Disini kita akan berusaha mencoba menciptakan bagiamana ketika air hujan kita kelola. Terus ketika musim kemarau bagaimana kita tidak kesulitan air,” katanya.
Dia menambahkan, untuk daerah Tanjungpinang ada 7 kawasan tempat daerah pemungkiman kumuh dengan lahan sekitar 150, 41 hektar.
“Yaitu Tanjungunggat, Pelantar Sulawersi, Pantai Impian, Kampung Bugis, Lembah Purnama, Sungai Nibung Tanjungpinang Timur dan Senggarang dan untuk menciptakan hal itu harus menggunakan anggaran yang cukup besar,” ujarnya.
Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tanjungpinang, Hamalis mengakui 7 lokasi pemukiman kumuh di Tanjungpinang, permasalahannya masih terkendala lahan.
“Sehingga sampai saat ini, kami baru pada tahap penetapan lokasinya saja yaitu Pantai Impian di Kelurahan Kampung Baru, Lembah Purnama di Kelurahan Tanjungayun Sakti, Sungai Nibung Angus di Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kelurahan Tanjungunggat, Pelantar Sulawesi, Kampung Bugis dan Senggarang,” kata Hamalis.
Kesulitan tentang identifikasi lokasi tersebut menurutnya dikarenakan lahan yang berada di kawasan yang ditetapkan sebagai pemukiman kumuh itu telah ada pemiliknya, sehingga sulit untuk dibebaskan meskipun sudah dicoba.
Berdasarkan SK Wali Kota Tanjungpinang No. 337/ 2014 tentang pemukiman kumuh untuk wilayah Tanjungpinang seluas 150,41 hektar. Meliputi Pantai Impian di Kelurahan Kampung Baru seluas 12,6 hektar, Lembah Purnama di Kelurahan Tanjungayun Sakti seluas 5,99 hektar, Sungai Nibung Angus di Kelurahan Tanjungpinang Timur seluas 14,6 hektar, Kelurahan Tanjungunggat 31,64 hektar, Pelantar Sulawesi seluas 51,85 hektar, Kampung Bugis seluas 18,92 hektar, dan Senggarang seluas 14,81 hektar.
Upaya pembebasan wilayah kumuh di Tanjungpinang berdasarkan SK Wali Kota Tanjungpinang No. 337/ 2014 tersebut, sambung Hamalis, juga terkendala mengenai kesepakatan harga jual tanah.
“Permasalahannya harga tanah yang diminta pemilik lahan tidak sesuai dengan NJOP yang kami tawarkan,” kata Hamalis.
Perihal itu juga yang menambah penanggulangan pemukiman kumuh belum maksimal dilakukan.
“Maka, sebagai upaya jangka pendek penekanan pemukiman kumuh dilakukan Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui program rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sejak tiga tahun lalu. Ada sekitar 300 rumah kami rehap per tahun, dan dari tiga tahun lalu ada sekitar 1000 unit rumah yang telah direhab melalui program RTLH yang sasarannya kepada warga tidak mampu,” ucapnya. (AFRIZAL)