Tanjungpinang, (MK) – Kordinator Daerah (Korda) Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) Reformas, Cholderia Sitinjak mengatakan, buruh dan pengusaha itu saling membutuhkan dan kerja sama yang dibangun seharusnya saling menguntungkan.
“Maka, wajar bila buruh ditempatkan sebagai garda terdepan dalam melindungi perusahaan dari gangguan pihak – pihak tertentu,” kata Cholderia dalam seminar bertema “Membangun Sinergisitas Pengusaha Bersama Tenaga Kerja Untuk Menumbuhkan Perekonomian Daerah dan Mensejahterakan Masyarakat” di Tanjungpinang, Rabu (29/4).
Dihadapan sekitar 100 orang aktivis buruh dan mahasiswa itu juga, Cholderia mengatakan, pengusaha tidak perlu merasa khawatir terhadap serikat buruh.
“Contohnya, sejumlah pengusaha mengeluhkan permasalahan biaya siluman yang diberikan kepada oknum – oknum tertentu. Biaya siluman itu diberikan lantaran perusahaan melakukan kegiatan illegal,” ucapnya.
Ia menambahkan, buruh tidak menginginkan hal itu terjadi, karena dapat membebani biaya operasional sehingga mempengaruhi upah minimum yang mereka terima setiap bulan. Buruh juga menginginkan perusahaan melakukan kegiatan legal sehingga tidak perlu memberi uang kepada oknum – oknum tertentu.
“Serikat pekerja itu pasti memiliki komitmen untuk menjaga perusahaan, tempat mereka mencari nafkah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kondisi terpelihara sampai sekarang pengusaha kurang merespons berdirinya serikat buruh. Mereka berpikir negatif, karena bercermin dari kejadian masa lalu.
“Buruh yang aktif di serikat pekerja memperjuangkan nasib rekan – rekannya di perusahaan yang tidak menerima, biasanya dibuat tidak nyaman atau dipecat. Mereka dianggap seperti virus yang meresahkan perusahaan,” paparnya.
Padahal, kata dia, bila pihak perusahaan transparan dan mengikuti UU ketenagakerjaan, buruh menjadi kekuatan perusahaan. Pengusaha sebagai pemilik atau pemimpin perusahaan harus dapat membangun komunikasi yang baik terhadap buruh.
“Jangan terlalu tamak, bagi – bagilah rezeki bersama buruh. Usaha itu maju juga karena keringat buruh, sehingga tidak ada salahnya bila bagi keuntungan dengan pekerja,” katanya dalam seminar yang digelar Komunitas Bakti Bangsa Provinsi Kepri.
Menurut dia, buruh juga harus bersikap jujur, tidak boleh keberadaannya mengancam perusahaan. Perusahaan itu harus dijadikan seperti rumah mereka, sehingga harus dijaga dan dikelola dengan baik.
“Buruh jangan memanfaatkan peraturan untuk kepentingan pribadi, seperti cuti haid yang diberikan kepada buruh. Cuti diberikan selama dua hari khusus kepada buruh yang merasa sakit saat haid. Kalau tidak sakit, wajib bekerja, jangan pura sakit agar libur,” kata Cholderia yang juga dosen disalah satu perguruan tinggi di Tanjungpinang ini.
Ia menambahkan, buruh juga jangan bersikap negatif, seperti saat diterima bekerja disalah satu perusahaan, sepakat menerima gaji di bawah upah minimum, namun setelah enam bulan berubah pikiran, dan malah menyerang perusahaan agar memberi gaji sesuai UMK. “Ini tidak baik,” ujarnya.
Sementara, narasumber lainnya, Sekretaris Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kepulauan Riau (IWAPI Kepri) Kartika mengatakan, sudah saatnya pengusaha dan buruh bersatu membangun kekuatan agar roda usaha berjalan lancar.
“Kalau sudah saling membutuhkan, harus saling memahami. Permasalahan diselesaikan dengan cara bijaksana, tidak perlu berkonflik,” kata Kartika yang juga seorang pengusaha katering ini.
Dia mengatakan, sejumlah pengusaha kesulitan mencari pekerja yang disiplin. Pekerja yang tidak disiplin akan menghambat produktivitas. Kalau produktivitas menurun, otomatis pendapatan menurun.
“Ini akan mempengaruhi kesejahteraan para buruh,” ucapnya.
Kartika mengimbau, perusahaan mematuhi ketentuan yang berlaku dalam menjalankan roda usahanya sehingga kondusivitas perusahaan dapat terjaga.
Dilain pihak, lanjutnya, buruh harus mempelajari dan memahami kondisi perusahaan. Pekerja harus merasa memiliki perusahaan sehingga tidak hanya sekedar menuntut hak untuk kesejahteraannya saja.
“Kuncinya saling memahami dan transparan,” katanya.
Sementara narasumber lainnya, seorang dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang, Rianto mengatakan, buruh bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Sementara pengusaha membuka usaha untuk mencari untung.
“Hubungan ini menjadi kurang baik jika masing – masing pihak tidak saling memahami. Buruh tidak memiliki nilai tawar yang tinggi, karena jumlah pencari kerja sangat banyak sehingga kapan saja mereka dapat dipecat,” kata Rianto.
Dia menambahkan, pengusaha memiliki alat dan modal sehingga memiliki kekuatan. Tetapi itu tidak berguna bila pengusaha ingin bekerja secara nyaman dan mengembangkan usahanya.
“Hubungan asimetris antara pekerja dan pengusaha menyebabkan terjadinya konflik. Diperparah dengan kenaikan harga barang sehingga kebutuhan hidup layak naik,” ucapnya.
Menurut dia, konflik hubungan industrial disebabkan buruh memikirkan kepentingan sendiri, berprasangka buruk kepada pengusaha, buruh menganggap perusahaan tidak memiliki manajemen yang jelas terkait peningkatan kualitas dan karir dan intervensi dari pihak luar yang memperburuk masalah.
Selain itu, lanjutnya, pengusaha memiliki pandangan negatif terhadap pekerja, pengusaha bersikap arogan terhadap buruh, pengusaha tidak menjalin komunikasi efektif dengan pekerja dan pengusaha kurang bisa berempati.
Dia menawarkan solusi berupa penajaman indikator penentuan UMK, reformasi struktural, bagaimana organisasi buruh yang dibuat pemerintah berfungsi secara maksimal, bukan semakin memperumit dan memperpanjang birokrasi.
“Selain itu, penguatan perlindungan hukum dan transparansi serta komunikasi antara pengusaha dengan buruh untuk melahirkan harmonisasi hubungan industrial,” imbuhnya. (Ian)