Tanjungpinang, (MK) – Pengajar muda Komunitas Bakti Bangsa (KBB) Kepri, Hartinah Dhika Restu menyampaikan, sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya mempertahankan Pancasila, dan mengamalkan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya.
“Pancasila juga, tidak hanya dasar dalam membuat peraturan perundang – undangan, melainkan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pembangunan moral,” ujar Dhika, Sabtu (27/6).
Sebagai dasar negara, kata dia, Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang – undangan, melainkan juga sebagai sumber moralitas terutama dalam hubungan dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan negara,” ucapnya dalam sambutan pada seminar memperingati Hari Kesaktian Pancasila.
Di hadapan 200 orang mahasiswa, Dhika yang juga ketua panitia seminar menjelaskan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila telah teruji.
“Baik untuk dijadikan sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika seluruh elemen masyarakat menjalankan pesan moral yang terkandung dalam Pancasila, diyakini Indonesia akan lebih maju,” katanya.
Namun dalam perjalanannya, tambah Dhika, ancaman terhadap eksistensi Pancasila masih terjadi. Berbagai upaya dilakukan sejumlah kelompok untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
“Pancasila mengandung berbagai makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna yang pertama moralitas terkandung dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa,” papar Dhika yang juga mahasiswi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Ia mengatakan, sila I mengandung pengertian bahwa negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang hanya berdasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius.
“Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi,” ucapnya.
Pada sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab, selain itu terkait juga dengan nilai – nilai moralitas dalam kehidupan bernegara.
Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama – sama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita – cita serta prinsip – prinsip hidup demi kesejahteraan bersama.
“Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan norma – norma baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap lingkungannya,” kata Dhika.
Oleh krena itu, kata dia, manusia pada hakikatnya merupakan asas yang bersifat fundamental dan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum.
Dia menjelaskan, sebagai bangsa yang hidup bersama dalam suatu negara, sudah barang tentu keadilan dalam hidup bersama sebagaimana yang terkandung dalam sila II dan V adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Sedangkan, nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.
“Pengertian ini juga bahwa hakikatnya manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap lingkungannya, adil terhadap bangsa dan negara, serta adil terhadap Tuhannya,” papar Dhika.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas keadilan.
“Pelanggaran atas prinsip – prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Dhika menjelaskan, makna ketiga yaitu persatuan Indonesia sebagaimana yang terkandung dalam sila III, Pancasila mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen – elemen yang membentuk negara berupa suku, ras, kelompok, golongan, dan agama. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang tertuang dalam slogan negara yakni Bhinneka Tunggal Ika.
“Makna kelima, demokrasi. Negara adalah dari rakyat dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung makna demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara,” katanya. (ALPIAN TANJUNG)