Tanjungpinang, (MetroKepri) – Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Arie Sunandar, menolak rencana kenaikan tarif pas masuk Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) yang akan diberlakukan oleh PT Pelindo pada Februari 2025.
Menurutnya, kebijakan tersebut dinilai tidak transparan dan berpotensi memberatkan masyarakat yang masih dalam tahap pemulihan ekonomi pascapandemi.
“Kenaikan tarif dari Rp10.000 menjadi Rp15.000 untuk domestik serta Rp40.000 menjadi Rp75.000 untuk internasional dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat serta tanpa adanya sosialisasi yang memadai,” ujar Arie saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Pelindo di ruang Rapat DPRD Kota Tanjungpinang, Senin (20/01/2025).
Sekretaris Fraksi PKB DPRD Kota Tanjungpinang ini juga menegaskan, kebijakan ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengatur pentingnya transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam kebijakan yang berdampak luas.
“Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas dan rinci tentang alasan kenaikan tarif ini. Jangan sampai keputusan sepihak ini malah menjadi beban baru bagi warga, terutama mereka yang bergantung pada pelabuhan sebagai sarana transportasi utama,” papar Arie dalam keterangannya saat RDP.
Arie juga menyoroti kurangnya transparansi dalam perhitungan tarif baru yang diberlakukan oleh Pelindo.
Ia meminta perusahaan pelat merah tersebut untuk membuka data mengenai peningkatan biaya operasional yang dijadikan dasar kenaikan tarif.
Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui secara jelas dasar kenaikan tarif, termasuk rincian penggunaan dana untuk perbaikan fasilitas dan peningkatan layanan.
“Kami belum melihat adanya transparansi yang memadai dari Pelindo terkait penggunaan dana yang dihasilkan dari tarif sebelumnya. Jangan sampai masyarakat membayar lebih untuk layanan yang kualitasnya masih jauh dari harapan,” ujar Arie.
Lebih lanjut, Arie menyebut bahwa kenaikan tarif yang signifikan harus diiringi dengan perbaikan layanan yang konkret. Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 121 Tahun 2018, yang menyebutkan bahwa perubahan tarif harus mempertimbangkan daya beli masyarakat serta kualitas layanan yang diberikan.
“Kenaikan tarif ini harus diimbangi dengan peningkatan layanan yang nyata, seperti fasilitas ruang tunggu yang memadai, sistem pelayanan yang lebih cepat, dan keamanan yang lebih baik. Jika tidak ada perbaikan, maka kenaikan ini tidak bisa dibenarkan,” ucapnya.
Arie juga memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat berdampak pada sektor ekonomi lokal, terutama bagi para pelaku usaha yang bergantung pada transportasi laut untuk distribusi barang dan aktivitas bisnis mereka.
Ia meminta pemerintah daerah untuk turun tangan dalam memastikan bahwa kenaikan tarif ini tidak akan merugikan perekonomian masyarakat.
“Kami khawatir kenaikan tarif ini akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa di Tanjungpinang, karena biaya logistik yang semakin tinggi. Hal ini harus menjadi perhatian serius,” jelasnya.
Sebagai solusi, Arie mendorong agar PT Pelindo meninjau ulang kebijakan kenaikan tarif ini dan melakukan kajian yang lebih komprehensif dengan melibatkan pemangku kepentingan, termasuk perwakilan masyarakat dan pemerintah daerah.
Ia juga meminta adanya sosialisasi yang lebih luas agar masyarakat memahami alasan kenaikan tarif serta manfaat yang dijanjikan oleh pihak pengelola pelabuhan.
“Jangan sampai masyarakat hanya menerima beban tambahan tanpa mendapatkan manfaat yang sepadan. Kebijakan ini harus dikaji ulang demi keadilan dan kesejahteraan bersama,” tutup Arie. (*)
Editor: ALPIAN TANJUNG