Kejati Kepri Hentikan Penuntutan Dua Kasus di Anambas Melalui RJ

by -801 views
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Irene Putrie, Saat Ekspos Permohonan Penghentian Penuntutan Melalui RJ. Foto Penkum Kejati Kepri
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Irene Putrie, Saat Ekspos Permohonan Penghentian Penuntutan Melalui RJ. Foto Penkum Kejati Kepri

Tanjungpinang, (MetroKepri) – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Irene Putrie didampingi Kepala Seksi pada Bidang Pidum Kejati Kepri, Kajari Kepulauan Anambas, Budhi Purwanto, S.H, M.H, Kasi Pidum dan jajaran Pidum Kejari Kepulauan Anambas melaksanakan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap perkara kekerasan terhadap anak dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga di hadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, SH. M.Hum melalui virtual, Senin (29/09/2025).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Yusnar Yusuf SH, mengatakan perkara yang diselesaikan secara RJ yakni kekerasan terhadap anak dan KDRT atas tersangka Roni Ardianza Lasut alias Roni Lasut dan Hazman alias Nanda melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Untuk perkara penghapusan KDRT atas tersangka Yulizar alias Botak Bin Demokrasi melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Anambas,” papar Yusnar melalui siaran pers yang diterima media ini.

Ia mengutarakan mengenai kasus perkara kekerasan terhadap anak atas tersangka I, Roni bersama tersangka II, Hazman, bahwa pada Jumat 16 Mei 2025 sekira pukul 15.30 WIB, di Jalan Segar Singo RT 01 RW 01 dan Tanjung Tebu Desa Tarempa Timur Kec. Siantan Kec. Siantan Kab. Kepulauan Anambas secara bergantian memukul Anak M. Davi Alzani (masih berusia 13 tahun) dengan tangan kanan masing-masing sebanyak 1 (satu) kali tepat mengenai pipi sebelah kiri dan telinga sehingga menyebabkan rasa sakit dan luka bagi Anak.

Sedangkan kasus posisi singkat perkara KDRT, yaitu pada Kamis 15 Mei 2025 sekira pukul 20.30 WIB di sebuah warung kopi “Batu Lanting” di Pelabuhan Batu Lanting Desa Tarempa Timur Kec. Siantan Kab. Kepulauan Anambas tersangka Yulizar alias Botak Bin Demokrasi telah memukul anak kandungnya Davi Alzani (berusia 13 tahun) dengan tangan kanan sebanyak 1 (satu) kali tepat mengenai pipi sebelah kiri sehingga menyebabkan rasa sakit bagi saksi korban.

Pemukulan tersebut dilakukan tersangka untuk meluapkan kemarahannya kepada anaknya karena telah melakukan pencurian besi milik saksi Suhindra.

“Kedua perkara tersebut telah disetujui untuk dihentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif oleh Jampidum Kejagung RI dengan pertimbangan telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran Jampidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ujar Kasipenkum.

Hal ini juga, kata Kasipenkum, dengan pertimbangan yakni telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dengan tersangka. Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Tidak ada kerugian secara materil yang dialami oleh korban. Tersangka mengakui kesalahan dan melakukan permintaan maaf kepada korban, kemudian korban telah memaafkan perbuatan tersangka.

“Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, demi keharmonisan warga setempat,” ucapnya.

Masih kata Yusnar, berdasarkan ketentuan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020, Surat Edaran Nomor : 01/E/EJP/02/2022 dan petunjuk Jampidum Kejagung RI, maka selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Anambas akan segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.

“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan,” katanya.

Meski demikian, kata Kasipenkum, perlu digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau akan terus mengoptimalkan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.

“Hal ini merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.,” ucapnya. (*)

Editor: Alpian Tanjung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

No More Posts Available.

No more pages to load.