
Tanjungpinang, (MK) – Anggota Komisi II DPRD Kota Tanjungpinang, M. Syahrial SE menilai jumlah kuota rokok non cukai yang ditetapkan pihak Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Bebas Tanjungpinang melebihi perkiraan.
Akan hal itu, Komisi II DPRD Tanjungpinang mempertanyakan dasar penetapan jumlah kuota rokok non cukai yang diberikan kepada beberapa perusahaan tersebut.
“Total kuota yang ditetapkan BP Kawasan Bebas mencapai 15 ribu dus untuk enam bulan. Jumlah kuota ini, sangat melampaui perkiraan kami,” papar Syahrial kepada MetroKepri.com melalui telepon selulernya, Sabtu (18/3/2017).
Menurut dia, berdasarkan PMK 47 tahun 2012, jumlah penduduk di wilayah Free Trade Zone (FTZ) yakni Kelurahan Dompak dan Senggarang, menjadi faktor penting dalam penetapan kuota tersebut.
“Dalam hal ini, jumlah penduduk Kelurahan Dompak dan Senggarang tidak melebihi 10 ribu. Itupun tidak semua masuk wilayah FTZ,” ujar Iyai sapaan akrab Legislator PDI P ini.
Dia mengemukakan, dari 10 ribu jumlah penduduk tersebut, 50 persennya adalah laki – laki dari semua umur.
“Kalau kita asumsikan semuanya merokok, satu hari satu bungkus saja, maka kebutuhan rokok di wilayah tersebut hanya 5.000 bungkus per hari,” katanya.
Dia mengutarakan, apabila diasumsikan 5.000 bungkus tersebut semuanya rokok non cukai, berarti 500 slop per hari (1 slop 10 bungkus). Berarti setara dengan 6 dus per hari (1 dus = 80 slop). 6 dus x 30 hari x 6 bulan didapati 1.080 dus kebutuhan rokok di wilayah tersebut.
“Bandingkan dengan kuota yang ditetapkan oleh BP kawasan yang mencapai 15 ribu dus. Jumlah kuota untuk masing – masing perusahaan, seharusnya ada parameter yang jelas untuk penetapan kuota dari perusahaan yang mengajukan permohonan kuota,” ucapnya.
Dia menilai, pemberian kuota tahun 2016 kepada perusahaan seperti yang dinyatakan BP Kawasan Bebas Tanjungpinang yang bekerjasama dengan BUMD Tanjungpinang telah melanggar ketentuan.
“Padahal sesuai ketentuan kewenangan pengawasan ada di pihak Bea Cukai, bukan di BP Kawasan. Sehingga, hal itu menjadi aneh kalau pembuat kebijakkan juga yang mengawasi kebijakannya,” papar Iyai.
Mudah – mudahan, harapnya, semua pertanyaan ini bisa terjawab saat rapat dengar pendapat (RDP) dan BP Kawasan bisa menghadiri hearing tersebut. (OGAS)