Tanjungpinang, (MK) – Tidak lama lagi, gonjang – ganjing Upah Minimum Kabupaten/ Kota dan Provinsi di Kepulauan Riau akan terjadi sebagaimana terjadi setiap tahunnya. Dewan Pengupahan akan melakukan perundingan – perundingan.
KHL | 2014 | 2015 | Selisih |
BATAM | Rp2,172,973.00 | Rp2,843,308.00 | Rp670,335.00 |
BINTAN | Rp2,068,286.00 | Rp2,374,497.00 | Rp306,211.00 |
KARIMUN | Rp2,085,422.00 | Rp2,405,338.00 | Rp319,916.00 |
TGPINANG | Rp1,902,598.00 | Rp2,088,874.00 | Rp186,276.00 |
Sumber: diolah sendiri SPEE FSPMI Bintan
Kalau melihat selisih KHL Batam antara tahun 2014 ke 2015, terjadi peningkatan KHL yang begitu signifikan. Kenaikan ini dapat dimaklumi sebagai dampak keputusan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak beberapa bulan lalu. Dampak kenaikan harga BBM tersebut mengakibatkan harga – harga kebutuhan pokok melonjak tinggi.
Namun peningkatan kenaikan nilai KHL di Kota Batam sangat berbanding terbalik dengan daerah – daerah disekitarnya seperti Bintan, Tanjungpinang dan Karimun. Padahal dapat dikatakan 70 persen kebutuhan pokok masyarakat di Bintan, Karimun dan Tanjungpinang didatangkan dari Batam.
Logikanya, harga kebutuhan pokok di Bintan, Karimun dan Tanjungpinang akan jauh lebih tinggi karena ada biaya tarnsportasi distributor.
Untuk mengurangi konflik, survey KHL yang menggunakan Permen No 13 tahun 2012 Tentang KHL dibeberapa daerah termasuk di Batam tidak lagi kaku. Kualitas komponen yang disurvei telah mengalami perbaikan – perbaikan, misalnya sewa kamar disepakati yang dapat menampung komponen KHL.
Misalnya, sewa kamar dari ukuran 3 x 2 menjadi kamar dengan ukuran 3 x 3 yang setara dengan Rp587.500. Ongkos transportasi mulai dari dalam perumahan ke jalan besar hingga ke tempat kerja yang nilainya sebesar Rp624.000.
SPEE FSPMI Kabupaten Bintan salah satu anggota Dewan Pengupahan telah berulangkali menyampaikan kepada pemerintah secara lisan dalam rapat DPK dan secara tertulis agar survei dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Permen No. 13 Tahun 2012 khususnya pasal 3 ayat (2).
Yaitu Ketua DPK Bintan menetapkan kualitas dan spesifikasi teknis masing – masing komponen dan jenis KHL sebelum survei KHL dilaksanakan oleh anggota DPK Bintan. Namun ketentuan ini belum pernah dilaksanakan. Sehingga kualitas komponen yang disurvei masih berdasarkan keinginan masing – masing tim survei dan jauh dari harapan buruh.
Seharusnya, kelemahan pada proses pembahasan maupun pelaksanaan survei oleh Dewan Pengupahan dapat diimbangi oleh peran quality control dari Gubernur atau Bupati Bintan. Mereka mempunyai kewenangan untuk menyetujui atau pun tidak menyetujui rumusan yang dihasilkan oleh Dewan Pengupahan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tertentu yang tujuannya adalah Bupati dan Gubernur harus berusaha meminimalisir terjadinya gejolak penentuan upah minimum setiap tahun agar investor tidak merasa terganggu.
Namun yang terjadi selama ini, Gubernur atau Bupati malah menjadi legalisator dari kelemahan – kelemahan yang ada. Bupati dan Gubernur yang menjadi pengambil keputusan lebih aspiratif terhadap kepentingan modal. Sehingga hasil nilai KHL dan upah minimum tidak objektif.
Mudah – mudahan penentuan upah minimum di Provinsi Kepulauan Riau kedepan tidak sangat tergantung pada siapa yang menjadi Gubernur atau Bupati/ Wali Kota dan apa kepentingan yang dimilikinya. (*)
Oleh: Parlindungan Sinurat, S.IP
Ketua Pimpinan Cabang SPEE FSPMI Kabupaten Bintan